Kabupaten Kuningan Propinsi Jawa Barat mempunyai luas wilayah 117.857,55 hektar, yang terbagi dalam 361 desa serta 15 kelurahan. Jumlah penduduknya sebanyak 1.061.291 jiwa. Kabupaten Kuningan terletak di kaki Gunung Ciremai, sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Cirebon, sebelah timur berbatasan dengan kabupaten Brebes Propinsi Jawa Tengah, sebelah selatan dengan kabupaten Cilacap Propinsi Jawa Tengah dan kabupaten Ciamis, serta sebelah barat dengan kabupaten Majalengka.
Daerah kabupaten Kuningan terdiri atas: perbukitan, lereng, lembah, daratan yang indah, berudara sejuk dengan temperatur 18-30 derajat celcius, kaya dengan objek dan daya tarik wisata yang alami dan menyegarkan (Natural and Fresh Tourism Objects), serta didukung oleh kesenian daerah yang beraneka ragam (Various Unique Traditional Art).
Sebagai salah satu kabupaten di Jawa Barat yang mundel dan onjoy dengan objek wisatanya, kabupaten Kuningan telah memiliki visi dibidang kepariwisataan: Sektor Pariwisata menjadi andalan Perekonomian Daerah Berdasarkan Sumber Daya Alam dan Budaya yang lestari dan agamis Tahun 2008. Misi pertamanya adalah: Menjadikan Kabupaten Kuningan sebagai Daerah Tujuan Wisata Regional Jawa Barat.
Kabupaten Kuningan memiliki 18 objek wisata, tersebar dibeberapa desa, yang terdiri dari wisata budaya, alam, olah raga, agama dan lain-lain. Salah satu diantaranya adalah situs purbakala Cipari yang terletak di kelurahan Cipari kecamatan Cigugur. Jarak dari Kuningan 4,7 km.
Kabupaten Kuningan memiliki 18 objek wisata, tersebar dibeberapa desa, yang terdiri dari wisata budaya, alam, olah raga, agama dan lain-lain. Salah satu diantaranya adalah situs purbakala Cipari yang terletak di kelurahan Cipari kecamatan Cigugur. Jarak dari Kuningan 4,7 km.
Situs ini diketemukan tahun 1972, berupa kuburan batu. Diketemukan pula perkakas batu, grabah, perunggu, bekas-bekas pondasi bangunan dan bangunan batu besar yang disebut Meganit. Hasil penelitian menunjukkan situs Cipari mengalami dua kali pemukiman pada akhir neolitik berkisar antara tahun 1000 SM (Sebelum Masehi) sampai dengan 500 M (Masehi). Pada waktu itu masyarakat sudah mengenal organisasi dan pemujaan terhadap nenek moyang.
Objek wisata lain adalah Puncak Gunung Ciremai yang memiliki pemandangan indah. Ini merupakan salah satu objek wisata alam yang kini banyak dikunjungi wisatawan terutama wisatawan domestic (wisdom) atau local, yaitu anak-anak muda maupun anak-anak sekolah pada waktu liburan panjang. Pendakian ke Gunung Ciremai dilakukan melalui 2 jalur pendakian yaitu: Pertama dari arah Linggarjati. Kedua dari arah curug Ciputri daerah Palintungan Kuningan. Sungguh suatu panorama pemandangan alam yang menakjubkan bila kita lihat dari puncak Gunung Ceremai.
Melewati pedesaan Linggarjati kita bisa singgah di gedung bersejarah “Gedung Perundingan Linggarjati” yang merupakan monumen saksi hidup akan perjoangan bangsa Indonesia. Bangunan ini terletak di desa Linggarjati Kecamatan Cilimus di kaki gunung Ciremai bagian tenggara. Jarak dari kota Kuningan kurang lebih 14 km daerah utara. Atau 26 km dari kota Cirebon kearah selatan.
Tanggal 11 s/d 15 November 1946 gedung Linggarjati pernah digunakan sebagai tempat perundingan antara pemerintah Indonesia dengan Belanda yang diwakili oleh Dr Van Boer. Sedangkan dari pihak Indonesia diwakili oleh PM. Sultan Syahrier dengan anggota A.K.Ghani Soesanto Tirtodiprodjo dan Mr. Mohammad Roem. Sebagai penengahnya adalah Lord Killearn dari kerajaan Inggris. Dengan demikian, Linggarjati adalah objek wisata sejarah yang tidak bisa kita lewatkan begitu saja apabila kita berkunjung ke kabupaten Kuningan.
Objek wisata lain adalah Agrowisata atau Wisata Pertanian, yaitu panorama pemandangan persawahan dan perbukitan yang indah, serta diselingi kelompokan rumah-rumah tradisional petani dipedesaan yang cukup mempesona dan unik. Tentunya terutama bagi wisatawan mancanegara (wisman). Saya kira tidak akan kalah dengan Agrowisata sawah di Thayland, maupun objek wisata alam Niagara Fall dan Grand Caynon di AS.
Demikian pula industri-industri tradisional yang mengolah beberapa produk petanian (selain padi) yang terkenl dari Kuningan antara lain Tape beras ketan (peuyeum) Cijoho, bawang goreng Garawangi, tepung ubi jalar (boled), serta Jeniper singkatan dari Jeruk Nipis Peras, minuman segar khas kabupaten Kuningan. Semua olahan produk pertanian tersebut, diberitakan telah benar-benar go public bahkan go international, diekspor ke luar negeri.
Beberapa contoh objek wisata diatas, hanyalah sebahagian saja dari 18 objek wisata yang berada di kabupaten Kuningan. Kiranya kabupaten Kuningan memiliki banyak objek wisata yang cukup menarik dan potensial untuk dipasarkan. Sayang sekali, objek-objek wisata di kabupaten Kuningan belum tertata dan dikembangkan secara baik yang memiliki standar kepariwisataan. Jumlahnyapun masih belum pasti. Informasi dari Disbudpar Jabar, kabupaten Kuningan memiliki 11 objek wisata. Padahal ternyata memiliki lebih dari 18 objek wisata.
Sama halnya dengan kabupaten lain di Jawa Barat, dalam membina dan mengembangkan kepariwisataan, kabupaten Kuningan memang menghadapi berbagai kendala, antara lain: kurangnya anggaran baik untuk penggalian, renovasi, pemeliharaan serta honor petugas yang memang sangat minim. Demikian pula tidak adanya standarisasi ODTW (Objek dan Daya Tarik Wisata), yang merupakan parameter atau ukuran, baik tidaknya suatu objek wisata.
DR Herman Bahar pakar Pariwisata dari STPB, mengakui bahwa memang di Indonesia belum ada standar ODTW, baik di tingkat nasional maupun Propinsi. Sehingga agak sulit untuk menilai apakah sebuah ODTW di suatu Kabupaten sudah standardized ataukah belum. Herman Bahar menyarankan, sebaiknya di tingkat propinsi harus sudah memiliki standar ODTW yang berdasarkan data empiris maupun teoritis. Adanya standardisasi ODTW diharapkan menjadi rambu-rambu bagi pengembangan kepariwisataan di seluruh kabupaten dan Kota di Jawa Barat.
Dari uraian pencermatan objek wisata di kabupaten Kuningan diatas, ada beberapa catatan kecil untuk menjadikan pemikiran kita bersama, antara lain: Pertama, hingga saat ini Indonesia belum berhasil mengembangkan produk-produk pariwisata berskala luas yang diadaptasikan pada permintaan potensial maupun penciptaan citra tujuan beragam pariwisata. Meskipun pariwisata dalam negeri terkadang dipertimbangkan di dalam penetapan kebijakan dan program, tetapi tidak dipertimbangkan di dalam eratnya pariwisata internasional.
Kedua, kondisi manajemen pengembangan pariwisata institusional memiliki kelemahan koordinasi beragam pelaku dan level kualifikasi stafnya. Kelemahan profesionalisme para pejabat pemerintah khususnya tingkat daerah (dekonsentrasi dan desentralisasi) sebagian disebabkan kesukaran mengatasi perubahan pesat industri pariwisata, baik pada level nasional maupun internasional.
Ketiga, berbagai keterbatasan dalam pembangunan dan perencanaan produk wisata masih terjadi disebabkan hubungan pemerintah–swasta secara sinergis belum nampak sepenuhnya. Kemandirian swasta harus dapat terwujud tanpa terpengaruh oleh keutuhan yang bersifat unity.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar