Sosok Nawita, mungkin tidak bisa dipisahkan dengan yang
namanya Cingcowong. Dia adalah satu-satunya punduh (kuncen) Cingcowong di
Kabupaten Kuningan, yang kini berusaha untuk mempertahankan nilai-nilai tradisi
masyarakat Blok Wage Desa Luragung Landeuh, Kecamatan Luragung, Kabupaten
Kuningan ratusan tahun lalu itu.
Kini ia memperkenalkan kembali kesenian itu kepada masyarakat yang dikemas
lewat pagelaran seni tradisi semacam teater dan bentuk tarian cingcowong.
Ditemui di rumahnya Blok Wage, Desa Luragung Landeuh, Kecamatan Luragung,
Kabupaten Kuningan, wanita kelahiran 66 tahun lalu itu menyebutkan, Cingcowong
sebenarnya merupakan boneka yang terbuat dari tempurung kelapa dan alat
penangkap ikan (bubu).
Dulu, boneka ini dijadikan alat media untuk mengadakan acara ritual pada saat
kemarau panjang, yakni sebuah ritual yang tujuannya agar segera turun hujan.
Terlepas percaya atau tidak dengan tradisi tersebut, yang jelas nama Nawita
banyak dikenal masyarakat termasuk pemerintah daerah, setelah dia
mempertontonkan kembali Cingcowong kepada masyarakat.
Tak jarang dia tampil memainkan Cingcowong dalam berbagai acara, bahkan dia
tak jarang pula mendapatkan undangan untuk tampil berkolaborasi lewat sebuah
tarian Cingcowong seperti dalam pagelaran Seni dan Kebudayaan mulai tingkat
Kecamatan, kabupaten, bahkan pertunjukan di Cirebon dan Taman Mini Indonesia
Indah (TMII).
Dengan banyaknya tampil di panggung pertunjukan, nama Nawita semakin melekat
sehingga banyak orang menyebut Kuncen Cingcowong. Ada juga yang menyebut seniman
Cingcowong, karena ternyata Cingcowong yang dulu hanya ditampilkan pada acara
ritual itu, kini menjadi tontonan masyarakat. Bahkan, seniman lain di Kuningan
berupaya untuk mengadopsi Cingcowong menjadi sebuah tarian yakni Tari
Cingcowong.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar