Setelah menyampaikan beberapa penelitiannya ke publik, terkait
sejarah kerajaan Kuningan, H Madrohim, yang merupakan sesepuh Kuningan kembali
mengupas Pemerintah Saunggalah yang terletak di Kaki Gunung Ciremai Kuningan,
Jawa Barat. Saunggalah (Kajene /
yang dimuliakan), menurutnya memiliki kesuksesan cukup gemilang saat Sang Resi
Guru Seuweukarma, atau Raden Demunawan yang bergelar Maha Resi Prabu Demunawan,
diberikan Mandat oleh Sang Pandawa, atau Sri Baginda Maha Prabu Rama Wijaya Raja
Jagat Pati Kuningan Kamuliaan tahun 645 SM .
Menurutnya, nama Saunggalah sendiri diambil dari satu makna
sebagai payung negara, atau sebagai pusat keseimbangan kekuasaan tanah Jawa. "Raden Demunawan kala itu
mendapatkan mandat dari Sang Pandawa atau Sri Baginda Maha Prabu Rama Wijaya,
untuk melanjutkan satu Panji Karesian dan memegang dua Keberhasilan, yaitu
sebagai Buyut Aden dan Guru Haji, sebagai pusat penyeimbang antara kekuasaan dan
Karesian. Ia pun diberikan gelar
kebesaran oleh Sang Pandawa dengan gelar Rahyangta Kuku, sebagai Raja Kerajaan
Jagat Pati Kuningan, "tuturnya kepada Kuningan News, Selasa (23 / 8).
Sang Pandawa sendiri, kata Madrohim, adalah sebagai Sang Dalam
Mangukuhan dan Karesian, karena Sang Pandawa sebagai Ketua Raja-Raja Kekuasaan
Tanah Jawa yang bergelar Sri Maha Prabu Rama Wijaya. Setelah Sang Pandawa memberikan mandat
dan memberikan Pengukuhan kepada Raden Demunawan sebagai pemegang kekuasaan
karesian di Tanah Jawa, kemudian Sang Pandawa sendiri akhirnya menjadi seorang
Narapi Begawan Maha Purusa Sakti, untuk membawa umat menuju kebenaran, keadilan
dan satu keyakinan yang kuat tentang adanya Sang Maha Pencipta atau Tuhan yang
Maha Esa. "Beliau dikenal
sebagai Pangeran Rama Jaksa Pati Kusuma Sang Cahaya Bulan, sebagai penerus
Dinasti Surya atau Pangeran Arya Adipati Ewangga," terangnya.
Diceritakan Madrohim yang didampingi salah seorang putranya, Sony
Candra, keberhasilan Saunggalah mulai memancarkan kebesarannya di saat
dilaksanakannya perjanjian Taraju Mangyuga Jawa Dwipa. Saat itu Sang Pandawa Sang Maha Purusa
Sakti Surala Dewangga Agung Sang Para Amartha, memperkuat departemen Raja dan
Karesian untuk menyeimbangkan kekuasaan-kekuasan Tanah Jawa dan Nusantara,
bahkan sampai Dunia.Pada perjanjian tersebut, lanjutnya, telah menghasilkan 10
pasal yang berintikan satu keseimbangan kekuasaan, untuk menyempurnakan dan
meleraikan pertikaian kekuasaan Sunda dan Galuh yang masih satu saudara
(Bratayudha 2), di antanya pasal 4 menyatakan, mengangkat Raden Kamarasa atau
Arya Banga (Sang Jaya Jago ) sebagai Raja Penguasa Sunda, dengan gelar Prabu
Kerta Buana Yasawiguna Haji Mulia.
Pasal 5 menyatakan, mengangkat Raden Suratoma atau Ciung Wanara
atau Arya Santana sebagai Raja Penguasa Galuh, dengan Gelar Prabu Jaya Perkasa
Mandala Iswara Salaka Buana.Pasal 6 menyatakan, menobatkan Raden Demunawan Sang
Seuweukarma, dengan gelar Maha Prabu Resi Guru Demunawan sebagai Susuhunan
(yang dipertuakan) di tanah Jawa. "Ia
berkedudukan di Saunggalah (Arile) Wirata Kamuliaan Kuningan, dimana Saunggalah
juga sebagai Pusat Ibukota atau dayeuh di tanah Jawa yang merdeka, sebagai
tempatnya para leluhur Jagat Pati, yang dimuliakan dalam mengemban tugas mulia,
yaitu membela Kebenaran dan Keadilan, juga membasmi keangkaramurkaan,
"jelasnya.
Ditambahkannya, Raden Demunawan Sang Saweukarma juga memberikan
keyakinan kepada umatnya untuk percaya adanya Sang Maha Pencipta atau Tuhan
Yang Maha Esa. Selain itu, ia
juga menobatkan dan mengangkat Raden Jamri yang Bergelar Raden Sanjaya, sebagai
Raja Penguasa Medang Bumi Mataram. Pasal
10 menyatakan, semua wilayah kekuasaan Maha Prabu Resi Guru Demunawan
Seuweukarma sebagai Raja Kuningan, harus dihormati semua pihak baik di
Nusantara atau Negara Luar, sebagai penerus Tahta Kejayaan Sang Pandawa Sri
Maha Prabu Rama Wijaya, atau Sri Baginda Maha Raja Candra Warman.
"Di antara mereka yang bertikai tidak bisa melanggar
perjanjian yang telah disepakati, dan harus sejalan dengan peraturan yang
Tunggal, yaitu aturan atau kaidah dari Sang Maha Pencipta atau Tuhan Yang Maha
Esa, agar senantiasa selalu diberikan Rahmat dan dilimpahi keberhasilan untuk
Putera dan Cucunya, sampai waktu yang akan datang, "kata Madrohim yang
juga didampingi pengamat Sejarah dan anggota DPRD Kuningan dari Partai
Demokrat, Syarif Juanda.
Menurut mantan Sekda dan Ketua DPRD Kuningan era 70-an ini
mengungkapkan, kesuksesan Saunggalah mulai ada penataan kembali di saat zaman
kejayaan Maha Prabu Guru Darmasiksa Para Amatha Sang Maha Purusa (Titisan
Bhatara Wisnu terakhir), tahun 1079 SM/1175 M."Sebagai Raja Kuningan
Susuhunan Penguasa Jawa Barat selama 122 tahun, Saunggalah merupakan seorang
Raja yang masih dipercaya sebagai Susuhunan Raja Kuningan dan sebagai pusat
dayeuh Ibukota dan Pemerintahan di Tanah Jawa," ungkapnya.
Keberhasilan Prabu Darmasiksa sebagai Susuhunan Tanah Jawa, kata
Madrohim, adalah sebagai Sang penyeimbang untuk kekuasaan tanah Jawa menuju
satu transisi kekuasaan, dari Pemerintah Singosari terakhir pada masa Kerta
Negara (Buyut Eyang Weri), sampai terbentuknya Pemerintah Besar di wilayah
timur, yaitu Wilwatika Majapahit, oleh Sang Cucunya, yaitu Raden Kardin
Sanggrama Wijaya (Raden Wijaya).
"Pada masa Prabu Darmasiksa Sang Maha Purusa, mulailah adanya
sebuah Papakem (aturan) untuk melaksanakan suatu tatanan, yang merupakan sebuah
kehormatan dalam menjalankan Roda Kekuasaan, yang harus dilaksanakan
berdasarkan titik rute perjalanan, atau Titik kosmis dari para leluhur Raja
Kuningan Kamulian, guna menjadi seorang Raja yang bersih menuju suatu Tahta
yang Bermahkota, yang harus bisa mengemban Panji-panji para leluhurnya, Sang
Raja Jagat Pati Tarum Nagara Kuningan Kamulian, "jelasnya.
Dijelaskannya, Panji untuk menghormati leluhur dalam melaksanan
kembali tatanan perjalanan menuju satu pusat dayeuh Kekuasaan, sebagai tempat
Keraton Sang Penguasa melalui Route Perjalanan, diawali dari arah timur
Kuningan pada posisi kosmis 7
derajat Lintang Selatan ,
tepatnya berada di wilayah Luragung. Wilayah
tersebut merupakan tempat berlabuh kembali Sang Para Raja Jagat Pati Tarum
Nagara Kuningan Kamulian melalui Sungai Sanggarung, dari arah laut menuju
kembali ke Keraton Pemerintah Jagat Pati Kuningan, yang berada di Sundapura
Winduherang (Pusat dayeuh), pada zaman Sri Maha Raja Purnawarman atau Pangeran
Arya Adipati Ewangga.
"Perjalanan selanjutnya menuju satu tempat Sang Penguasa atau
Pakuwan, yang berkedudukan di Linggasana. Dari
situlah Sang Prabu Guru Darmasiksa mengumandangkan satu Panji Karesian, yang
harus dijadikan suatu tatanan menuju suatu penghormatan Sang Penguasa, untuk
menggapai satu Kesuksesan yang diberkahi. Dari
sinilah Sang Prabu Guru Darmasika sebagai Sang Maha Purusa (tetesan terakhir
Bhatara Wisnu) memberikan satu Panji Karesian yang berisikan Sia samemeh
mangkat ka Pakuwan, ti kandang Karesian para Raja, Prabu, Resi jeung para
Pandeta kudu bisa ngadegkeun Permana heula di Saunggalah , "jelasnya .
Makna dari ungkapan itu sendiri kata Madrohim adalah, dimana para
Raja, Prabu, Resi dan para Pandeta dari Kandang Karesian Luragung, sebelum
menuju pusat Tahta Penguasa atau Raja Diraja yang dimuliakan (Lingga
Pemerintah), terlebih dahulu harus mendirikan Permana di Saunggalah. Panji ini juga berarti seorang Raja
yang harus bisa mendirikan dan menguasai, atau mendirikan satu kekuatan hati
yang kuat atau panceg seperti paku, yang menguasai satu
kekuatan Tarekat, Syariat, Hakekat dan Ma'rifat, dengan satu kebersihan hati
dan satu keyakinan yang kuat adanya Sang Maha Pencipta atau Tuhan Yang Maha
Esa, dalam arti kata (Permana).
H Madrohim menambahkan, pada masa kejayaan Kerajaan Jagat Pati
Tarum Nagara Kuningan, di Wilayah Medang Kuningan Kamuliaan sudah ada beberapa
Keraton sebagai Pemerintah provinsi-provinsi, yang sudah menempati garis Route
Keberhasilan Sang Penguasa Jagat Pati para Raja Kuningan yang Dimuliakan.
"Diantarata beberapa Keraton wilayah
Kuningan yang masih satu kesatuan sebagai Garis Mangyuga Keberhasilan
Pemerintah Jagat Pati Tarum Nagara Kuningan Kamuliaan, yaitu sejak zaman Rama
Guru Raja Diraja Guru Jaya Singa Warman, Sri Baginda Maha Raja Purnawarman dan
beberapa Raja lainnya sebagai Raja Jagat Pati, sampai Keberhasilan terakhir Sri
Baduga Jaya Maha Raja Ratu Haji Prabu Silihwangi adalah sebagai Penguasa
Padjadjaran, "pungkasnya. (muh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar