'WILUJENG SUMPING'

Riung mungpulung Urang Sindangsari
Silih Asah Silih Asih Silih Asuh

Jumat, 11 November 2011

SAUNG GALAH KUNINGAN


Setelah menyampaikan beberapa penelitiannya ke publik, terkait sejarah kerajaan Kuningan, H Madrohim, yang merupakan sesepuh Kuningan kembali mengupas Pemerintah Saunggalah yang terletak di Kaki Gunung Ciremai Kuningan, Jawa Barat. Saunggalah (Kajene / yang dimuliakan), menurutnya memiliki kesuksesan cukup gemilang saat Sang Resi Guru Seuweukarma, atau Raden Demunawan yang bergelar Maha Resi Prabu Demunawan, diberikan Mandat oleh Sang Pandawa, atau Sri Baginda Maha Prabu Rama Wijaya Raja Jagat Pati Kuningan Kamuliaan tahun 645 SM .

Menurutnya, nama Saunggalah sendiri diambil dari satu makna sebagai payung negara, atau sebagai pusat keseimbangan kekuasaan tanah Jawa. "Raden Demunawan kala itu mendapatkan mandat dari Sang Pandawa atau Sri Baginda Maha Prabu Rama Wijaya, untuk melanjutkan satu Panji Karesian dan memegang dua Keberhasilan, yaitu sebagai Buyut Aden dan Guru Haji, sebagai pusat penyeimbang antara kekuasaan dan Karesian. Ia pun diberikan gelar kebesaran oleh Sang Pandawa dengan gelar Rahyangta Kuku, sebagai Raja Kerajaan Jagat Pati Kuningan, "tuturnya kepada Kuningan News, Selasa (23 / 8).

Sang Pandawa sendiri, kata Madrohim, adalah sebagai Sang Dalam Mangukuhan dan Karesian, karena Sang Pandawa sebagai Ketua Raja-Raja Kekuasaan Tanah Jawa yang bergelar Sri Maha Prabu Rama Wijaya. Setelah Sang Pandawa memberikan mandat dan memberikan Pengukuhan kepada Raden Demunawan sebagai pemegang kekuasaan karesian di Tanah Jawa, kemudian Sang Pandawa sendiri akhirnya menjadi seorang Narapi Begawan Maha Purusa Sakti, untuk membawa umat menuju kebenaran, keadilan dan satu keyakinan yang kuat tentang adanya Sang Maha Pencipta atau Tuhan yang Maha Esa. "Beliau dikenal sebagai Pangeran Rama Jaksa Pati Kusuma Sang Cahaya Bulan, sebagai penerus Dinasti Surya atau Pangeran Arya Adipati Ewangga," terangnya.

Diceritakan Madrohim yang didampingi salah seorang putranya, Sony Candra, keberhasilan Saunggalah mulai memancarkan kebesarannya di saat dilaksanakannya perjanjian Taraju Mangyuga Jawa Dwipa. Saat itu Sang Pandawa Sang Maha Purusa Sakti Surala Dewangga Agung Sang Para Amartha, memperkuat departemen Raja dan Karesian untuk menyeimbangkan kekuasaan-kekuasan Tanah Jawa dan Nusantara, bahkan sampai Dunia.Pada perjanjian tersebut, lanjutnya, telah menghasilkan 10 pasal yang berintikan satu keseimbangan kekuasaan, untuk menyempurnakan dan meleraikan pertikaian kekuasaan Sunda dan Galuh yang masih satu saudara (Bratayudha 2), di antanya pasal 4 menyatakan, mengangkat Raden Kamarasa atau Arya Banga (Sang Jaya Jago ) sebagai Raja Penguasa Sunda, dengan gelar Prabu Kerta Buana Yasawiguna Haji Mulia.

Pasal 5 menyatakan, mengangkat Raden Suratoma atau Ciung Wanara atau Arya Santana sebagai Raja Penguasa Galuh, dengan Gelar Prabu Jaya Perkasa Mandala Iswara Salaka Buana.Pasal 6 menyatakan, menobatkan Raden Demunawan Sang Seuweukarma, dengan gelar Maha Prabu Resi Guru Demunawan sebagai Susuhunan (yang dipertuakan) di tanah Jawa. "Ia berkedudukan di Saunggalah (Arile) Wirata Kamuliaan Kuningan, dimana Saunggalah juga sebagai Pusat Ibukota atau dayeuh di tanah Jawa yang merdeka, sebagai tempatnya para leluhur Jagat Pati, yang dimuliakan dalam mengemban tugas mulia, yaitu membela Kebenaran dan Keadilan, juga membasmi keangkaramurkaan, "jelasnya.

Ditambahkannya, Raden Demunawan Sang Saweukarma juga memberikan keyakinan kepada umatnya untuk percaya adanya Sang Maha Pencipta atau Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu, ia juga menobatkan dan mengangkat Raden Jamri yang Bergelar Raden Sanjaya, sebagai Raja Penguasa Medang Bumi Mataram. Pasal 10 menyatakan, semua wilayah kekuasaan Maha Prabu Resi Guru Demunawan Seuweukarma sebagai Raja Kuningan, harus dihormati semua pihak baik di Nusantara atau Negara Luar, sebagai penerus Tahta Kejayaan Sang Pandawa Sri Maha Prabu Rama Wijaya, atau Sri Baginda Maha Raja Candra Warman.

"Di antara mereka yang bertikai tidak bisa melanggar perjanjian yang telah disepakati, dan harus sejalan dengan peraturan yang Tunggal, yaitu aturan atau kaidah dari Sang Maha Pencipta atau Tuhan Yang Maha Esa, agar senantiasa selalu diberikan Rahmat dan dilimpahi keberhasilan untuk Putera dan Cucunya, sampai waktu yang akan datang, "kata Madrohim yang juga didampingi pengamat Sejarah dan anggota DPRD Kuningan dari Partai Demokrat, Syarif Juanda.

Menurut mantan Sekda dan Ketua DPRD Kuningan era 70-an ini mengungkapkan, kesuksesan Saunggalah mulai ada penataan kembali di saat zaman kejayaan Maha Prabu Guru Darmasiksa Para Amatha Sang Maha Purusa (Titisan Bhatara Wisnu terakhir), tahun 1079 SM/1175 M."Sebagai Raja Kuningan Susuhunan Penguasa Jawa Barat selama 122 tahun, Saunggalah merupakan seorang Raja yang masih dipercaya sebagai Susuhunan Raja Kuningan dan sebagai pusat dayeuh Ibukota dan Pemerintahan di Tanah Jawa," ungkapnya.

Keberhasilan Prabu Darmasiksa sebagai Susuhunan Tanah Jawa, kata Madrohim, adalah sebagai Sang penyeimbang untuk kekuasaan tanah Jawa menuju satu transisi kekuasaan, dari Pemerintah Singosari terakhir pada masa Kerta Negara (Buyut Eyang Weri), sampai terbentuknya Pemerintah Besar di wilayah timur, yaitu Wilwatika Majapahit, oleh Sang Cucunya, yaitu Raden Kardin Sanggrama Wijaya (Raden Wijaya).

"Pada masa Prabu Darmasiksa Sang Maha Purusa, mulailah adanya sebuah Papakem (aturan) untuk melaksanakan suatu tatanan, yang merupakan sebuah kehormatan dalam menjalankan Roda Kekuasaan, yang harus dilaksanakan berdasarkan titik rute perjalanan, atau Titik kosmis dari para leluhur Raja Kuningan Kamulian, guna menjadi seorang Raja yang bersih menuju suatu Tahta yang Bermahkota, yang harus bisa mengemban Panji-panji para leluhurnya, Sang Raja Jagat Pati Tarum Nagara Kuningan Kamulian, "jelasnya.

Dijelaskannya, Panji untuk menghormati leluhur dalam melaksanan kembali tatanan perjalanan menuju satu pusat dayeuh Kekuasaan, sebagai tempat Keraton Sang Penguasa melalui Route Perjalanan, diawali dari arah timur Kuningan pada posisi kosmis 7 derajat Lintang Selatan , tepatnya berada di wilayah Luragung. Wilayah tersebut merupakan tempat berlabuh kembali Sang Para Raja Jagat Pati Tarum Nagara Kuningan Kamulian melalui Sungai Sanggarung, dari arah laut menuju kembali ke Keraton Pemerintah Jagat Pati Kuningan, yang berada di Sundapura Winduherang (Pusat dayeuh), pada zaman Sri Maha Raja Purnawarman atau Pangeran Arya Adipati Ewangga.

"Perjalanan selanjutnya menuju satu tempat Sang Penguasa atau Pakuwan, yang berkedudukan di Linggasana. Dari situlah Sang Prabu Guru Darmasiksa mengumandangkan satu Panji Karesian, yang harus dijadikan suatu tatanan menuju suatu penghormatan Sang Penguasa, untuk menggapai satu Kesuksesan yang diberkahi. Dari sinilah Sang Prabu Guru Darmasika sebagai Sang Maha Purusa (tetesan terakhir Bhatara Wisnu) memberikan satu Panji Karesian yang berisikan Sia samemeh mangkat ka Pakuwan, ti kandang Karesian para Raja, Prabu, Resi jeung para Pandeta kudu bisa ngadegkeun Permana heula di Saunggalah , "jelasnya .

Makna dari ungkapan itu sendiri kata Madrohim adalah, dimana para Raja, Prabu, Resi dan para Pandeta dari Kandang Karesian Luragung, sebelum menuju pusat Tahta Penguasa atau Raja Diraja yang dimuliakan (Lingga Pemerintah), terlebih dahulu harus mendirikan Permana di Saunggalah. Panji ini juga berarti seorang Raja yang harus bisa mendirikan dan menguasai, atau mendirikan satu kekuatan hati yang kuat atau panceg seperti paku, yang menguasai satu kekuatan Tarekat, Syariat, Hakekat dan Ma'rifat, dengan satu kebersihan hati dan satu keyakinan yang kuat adanya Sang Maha Pencipta atau Tuhan Yang Maha Esa, dalam arti kata (Permana).

H Madrohim menambahkan, pada masa kejayaan Kerajaan Jagat Pati Tarum Nagara Kuningan, di Wilayah Medang Kuningan Kamuliaan sudah ada beberapa Keraton sebagai Pemerintah provinsi-provinsi, yang sudah menempati garis Route Keberhasilan Sang Penguasa Jagat Pati para Raja Kuningan yang Dimuliakan.

"Diantarata beberapa Keraton wilayah Kuningan yang masih satu kesatuan sebagai Garis Mangyuga Keberhasilan Pemerintah Jagat Pati Tarum Nagara Kuningan Kamuliaan, yaitu sejak zaman Rama Guru Raja Diraja Guru Jaya Singa Warman, Sri Baginda Maha Raja Purnawarman dan beberapa Raja lainnya sebagai Raja Jagat Pati, sampai Keberhasilan terakhir Sri Baduga Jaya Maha Raja Ratu Haji Prabu Silihwangi adalah sebagai Penguasa Padjadjaran, "pungkasnya. (muh)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Biodata Kang Agil

Arsip Blog

Wadya Balad